Model Bisnis Kanvas (MBK) atau Business Model Canvas ala Osterwalder dan Oigneur ini menggunakan kata “kanvas” karena keseluruhan operasional suatu organisasi bisnis dapat dituangkan ke dalam selembar kertas yang dapat dianggap seperti kanvas lukisan.

Selain itu, bagi kamu yang ingin membangun usaha, apalagi social enterprise, mengimajinasikan diri kamu sedang melukis di atas kanvas dalam membayangkan model bisnis mungkin bisa membantu proses kreatif dan membuat proses perancangan terasa lebih menyenangkan.
Sekilas Tentang Konsep Model Bisnis Kanvas (MBK)
MBK menjadi suatu metode yang cukup populer saat ini karena membuat kita dapat membayangkan bagaimana suatu organisasi akan beroperasi secara keseluruhan di kehidupan nyata hanya dengan melihat selembar kertas. “Simplicity is the ultimate sophistication,” demikian kata Leonardo da Vinci. Kira-kira seperti itulah hebatnya MBK. Ia dapat menyajikan suatu proses atau mekanisme yang banyak dan mungkin kompleks, hanya ke dalam selembar kertas. Selain itu, MBK juga dapat digunakan sebagai kerangka acuan diskusi model bisnis sehingga diskusi dapat berjalan lebih fokus, terarah, efisien, dan sangat merangsang inovasi.

Metode MBK ini menganalogikan organisasi sebagai suatu bangunan yang terdiri dari sembilan unsur utama yang saling terkait. Kesembilan unsur tersebut adalah sebagai berikut:
- Customer segment atau segmen pengguna layanan/produk, merupakan segmentasi masyarakat atau pasar yang akan ditargetkan menjadi penerima manfaat atas layanan atau produk yang ditawarkan oleh sebuah organisasi usaha (konsumen). Sebuah organisasi bisa memiliki lebih dari satu segmen pengguna atau segmen konsumen. Untuk konteks SE, segmen pengguna tidak hanya terdiri dari konsumen, tetapi juga penerima manfaat program pemberdayaan yang dilakukan SE (beneficiaries). Ada SE yang beroperasi dengan segmen pengguna konsumen sama dengan segmen pengguna penerima manfaat, ada pula yang berbeda.
- Value proposition atau tawaran nilai, merupakan bentuk keinginan atau kebutuhan masyarakat yang akan dilayani melalui produk/jasanya. Semakin unik atau khas sebuah tawaran nilai, semakin baik. Dapat dikatakan, value proposition adalah manfaat yang terkandung di dalam suatu produk atau jasa tertentu. Untuk konteks SE, tawaran nilai ini tidak terbatas pada nilai yang terkandung dalam produk/layanannya, namun juga mencakup visi dan misi sosial yang ingin dicapai oleh SE melalui suatu proses pemberdayaan. Hal ini karena produk/layanan yang ditawarkan SE bukanlah bentuk tawaran nilai utama yang ingin disampaikan oleh SE kepada segmen penggunanya. Tawaran nilai utamanya adalah misi atau perubahan sosial tertentu, sedangkan produk/layanan adalah sarana atau alat untuk mencapai misi tersebut. Dengan social value proposition (tawaran nilai sosial yang tepat), SE akan dapat memperdalam peran konsumennya menjadi supporter. Konsumen akan terus membeli produk/ layanan SE bukan hanya karena kualitasnya baik, namun juga karena konsumen ingin agar SE tersebut dapat terus melaksanakan misi sosial dan memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan. Secara generik ada dua jenis social value proposition SE di Indonesia, yaitu memberdayakan diri sendiri bersama kelompok (self-empowerment) dan memberdayakan orang lain (people empowerment).
- Channels atau kanal distribusi, merupakan soal bagaimana tawaran nilai yang terkandung di dalam produk/layanan disediakan sehingga bisa dinikmati segmen pengguna, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Bagian ini mencakup proses komunikasi dengan segmen pengguna, distribusi, dan saluran penjualan. Untuk aspek ini, secara umum tidak ada perbedaan antara SE dan organisasi bisnis biasa.
- Customer relationship atau hubungan dengan segmen pengguna, merupakan bagaimana suatu organisasi menjaga hubungan baik dengan masing-masing segmen penggunanya.

- Revenue stream atau arus penerimaan, merupakan sumber dan arus pendapatan yang dihasilkan dari masing-masing kelompok segmen pelanggan yang menjadi target layanan. Arus penerimaan merupakan akibat dari value proposition organisasi yang efektif sehingga dapat diterima dan dinikmati oleh segmen pengguna. Untuk konteks SE, arus penerimaan ini tidak terbatas pada pendapatan bisnis saja. Dengan adanya misi sosial sebagai value proposition, revenue stream SE bisa lebih beragam. Secara generik, SE dapat mendanai kegiatannya dari tiga jenis sumber dana, yaitu dana komersial (pendapatan bisnis, pinjaman atau penanaman modal skema komersial), semi komersial (iuran, penanaman modal atau pinjaman lunak, non-devident investment, dan lain-lain), dan sosial (hibah, donasi, sedekah, hadiah lomba, dan lain-lain).
- Key resources atau sumber daya kunci, merupakan sumber daya utama yang diperlukan untuk dapat memberikan tawaran nilai kepada segmen pengguna; atau sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan produk layanan yang akan ditawarkan kepada segmen pengguna. Untuk konteks SE, bagian ini juga memiliki kekhasan tersendiri, yaitu dari segi sumber daya manusia. Beberapa SE perlu mengandalkan relawan, sedangkan di organisasi bisnis biasa tidak ada relawan. Selain itu, ciri lain yang berlaku untuk semua jenis SE adalah adalah intangible key resources berupa value dan trust.
- Key activities atau kegiatan kunci, merupakan aktivitas atau proses kunci yang dilakukan terhadap sumber daya yang ada agar dapat memberikan tawaran nilai atau untuk menghasilkan produk/jasa kepada segmen pengguna.
- Key partnership atau rekanan kunci, merupakan beberapa mitra kunci yang dapat memasok salah satu sumber daya, atau yang dapat mendukung proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan kunci. Dengan adanya rekanan kunci ini, tidak semua kegiatan utama perlu dilakukan sendiri. Bagi SE, membangun jaringan rekanan kunci menjadi lebih penting karena dapat mempercepat proses perubahan sosial yang diinginkan. Selain itu, dengan adanya jaringan rekanan, pada umumnya SE bisa menekan struktur biasanya karena beberapa kegiatan kunci dapat dilakukan bersama dalam skema cost-sharing atau voluntary.

- Cost structure atau struktur biaya, merupakan keseluruhan struktur dan rincian biaya yang diperlukan untuk menawarkan dan memberikan tawaran nilai kepada segmen pengguna. Untuk konteks SE, kami memandang ada dua unsur utama lain yang membentuk bangunan SE.
- Target oriented pengembangan organisasi, merupakan target pengembangan cakupan atau skala kegiatan organisasi. Dari analisis hasil wawancara dan diskusi kami, ada SE yang target pengembangannya berfokus pada orientasi kesinambungan saja (continuity oriented). Artinya, menargetkan agar SE terus ada, tidak perlu lebih besar skalanya atau lebih luas cakupan kegiatan atau area operasionalnya. Kasarnya, selamanya hanya beroperasi dengan cakupan tingkat kecamatan tidak apa-apa, yang penting masalah sosial masyarakat lokal dapat terus dibantu oleh layanan SE secara berkesinambungan.
Ada pula SE yang berorientasi pada kesinambungan dan pengembangan kegiatan (sustainable development oriented). SE jenis ini memiliki target agar cakupan kegiatannya dalam hal jenis kegiatan, jumlah kegiatan, jumlah peserta, atau penerima manfaat dapat terus berkembang walau tidak mesti disertai dengan perkembangan skala usaha atau dana kelolaannya. Misalnya, SE jenis ini berfokus mengembangkan organisasinya dengan memperluas jejaring dan rekanan kunci sehingga organisasi dapat melakukan lebih banyak kegiatan (contoh: pelatihan) tanpa mengelola lebih banyak dana karena pelaksanaan pelatihan dilakukan dengan meminjam ruangan secara gratis dari rekanan kunci, makanan dan minuman bisa disediakan melalui kontribusi sukarela peserta (sistem potluck) dan tenaga kunci lainnya seperti pelatih, moderator, dan fasilitator semuanya merupakan relawan.Terakhir adalah SE yang target pengembangannya berorientasi pada pengembangan kegiatan dan skala usaha atau dana kelolaannya (sustainable growth). SE jenis ini ingin mengembangkan cakupan kegiatannya dengan turut menargetkan perkembangan skala bisnis atau dana yang dikelola. SE tipe ini umumnya ingin memperluas dampak sosial dengan mengandalkan kekuatan organisasi mereka sendiri sehingga penting bagi mereka untuk mengembangkan skala bisnis.
- Skema kepemilikan dan kontrol. Seperti yang sudah disinggung, ada wirausaha sosial di Indonesia yang memandang kepemilikan SE harus bersifat terbuka bagi orang atau lembaga lain dengan visi yang sama, sehingga kekuatan kontrol organisasi tidak akan berpusat pada satu atau sedikit sosok pemilik saja (kepemilikan kolektif). Seperti perkumpulan Telapak, mereka justru menargetkan kepemilikan penuh pada komunitas yang diberdayakan, dengan koperasi sebagai badan hukum yang dipilih. Perkumpulan Telapak hanya menjadi mitra, dan bukan pemilik koperasi tersebut. Hal ini dipandang penting karena selain menyelesaikan masalah sosial, SE juga diharapkan “men-sosial-kan” kepemilikan atas aset, yang tadinya dimiliki beberapa orang saja, menjadi kepemilikan yang tersebar dan merata ke lebih banyak orang.
Di sisi lain, ada yang berpandangan bahwa kepemilikan kolektif tidak efisien dan mengandung risiko mission drift yang berasal dari luar individu pendiri atau pemilik awal. Pada beberapa kasus, keberadaan satu sosok pendiri yang dapat berperan sebagai kapten dan memiliki wewenang untuk memimpin organisasi secara lebih otoriter adalah faktor utama yang menjaga pengembangan organisasi agar tidak melenceng dari visi awal. Dengan pola ini pun proses pengambilan keputusan menjadi lebih efisien. Untuk itu, terkait unsur skema kepemilikan dan kontrol ini, kami membagi SE ke dalam dua jenis skema, yaitu kepemilikan kolektif dan kontrol demokratis, serta individual dan otoriter.
Seluruh unsur di atas (9+2) merupakan hal-hal dasar yang perlu diidentifikasi secara jelas oleh setiap organisasi usaha (termasuk SE) yang ingin tumbuh kuat. Intisari dari 9+2 unsur dasar di atas dapat disajikan ke dalam selembar kertas atau kanvas. Melalui satu lembar model bisnis kanvas tersebut, sebuah organisasi usaha dapat menyusun suatu hipotesis perencanaan operasional ke depan dan mengevaluasi koherensi setiap Langkah bisnis yang telah dilakukan dengan rencana tersebut. Yang terpenting, model bisnis kanvas dapat secara rasional menjelaskan bagaimana sebuah organisasi usaha menciptakan, menawarkan, dan menyediakan tawaran nilainya kepada konsumen yang akhirnya akan berakibat pada kemampuan suatu organisasi untuk menghasilkan pendapatan.
SG8 Group
Sutanto Group (SG8) adalah perusahaan induk yang telah didirikan sejak tahun 1989 dan mencakup PT Citra Mandiri Cemerlang Prima serta PT Dwitunggal Jaya Pratama Maju sebagai anak perusahaannya.
Selama 35 tahun, kami telah membantu banyak klien dari baik perusahaan lokal maupun multinasional. SG8 Group adalah merek baru kami untuk perusahaan induk, yang juga memiliki layanan:
- Manpower Supply
- Facility & Cleaning Services
- Company & Personal Vehicle Rental
- Business Consulting & Strategy Development
- Messenger Service Document Export-Import
- Branding Activation

Dengan cakupan layanan yang luas dan pengalaman yang terus berkembang, SG8 Group hadir sebagai mitra yang memahami dinamika bisnis di berbagai industri. Kami percaya bahwa setiap kebutuhan operasional memerlukan pendekatan yang tepat dan dapat diandalkan.
Jika Anda sedang mencari Solusi yang mampu mendukung keberlanjutan dan pertumbuhan bisnis Anda, SG8 Group siap menjadi bagian dari perjalanan tersebut.
Kami terbuka untuk diskusi awal atau konsultasi tanpa biaya agar kami dapat memahami kebutuhan spesifik perusahaan Anda dan menawarkan solusi yang paling sesuai.
Untuk informasi lebih lanjut dan atau untuk mengatur waktu diskusi hubungi kami di: